Sekarang, mahasiswa masih dianggap sebagai agen perubahan tetapi tidak lagi dengan semangat seperti senior-senior dulunya. Hanya segelintir saja mahasiswa yang peduli dengan keadaan bangsa ini. Yang lainnya kemana? Mereka juga sibuk. Sibuk dengan segala macam permainan yang ditawarkan benda keramat yang bernama play station.
Pertumbuhan rental play station di sekitar kampus semakin menjamur. Tentu saja. Pengusaha rental play station semakin berjaya karena banyaknya mahasiswa yang mengantri untuk mendapatkan giliran “berkencan” dengan play stationnya. Mulai dari pagi hingga dini hari, rental play station tidak akan pernah sepi. Ramai pengunjung yang 90 persennya adalah mahasiswa.
Mereka menghabiskan banyak waktu mereka untuk berperang dalam rental play station tetapi mereka tidak tahu segelintir rekan-rekannya berjuang melawan musuh-musuh nyata bangsa, koruptor misalnya. Mereka bersedia merusak mata mereka dengan terus-menerus menatap layar kaca tanpa pernah menggunakan nikmat tuhan itu untuk memperhatikan kondisi kampus dan negaranya. Mereka mampu merogoh kocek dalam-dalam untuk sekedar memenangkan permainan balap motor dengan berhayal sebagai Valentino Rossi tanpa sekalipun ikut menyumbangkan peluhnya dalam aksi-aksi segelintir rekan-rekannya dalam membangun bangsa.
Pandangan masyarakat kepada mahasiswa sebagai agen perubahan tidak akan berubah dengan adanya mahasiswa-mahasiswa pecandu game ini. Mahasiswa tetap akan menjadi agen perubahan. Hanya saja, bersediakah mereka menyandang nama sebagai mahasiswa tanpa tahu apa yang akan mereka rubah. Bersediakah mereka hanya menjadi mahasiswa tanpa gelar the agent of change. Tidakkah mereka menyayangkan waktu yang terbuang di rental play station itu padahal seharusnya mereka menyiapkan diri menjadi penerus bangsa. Hanya mahasiswa yang bersahabat dengan play station-lah yang bisa menjawabnya. * (Dan Azed)
(* Pernah dimuat di harian Singgalang Edisi Minggu, rubrik Critical U)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar